Antologi Seorang Kawan: Hanya Melihat Hanya Mengagumi

Judunya sangat simpel: Hanya Melihat Hanya Mengagumi. Antologi yang berisi lehih 200 puisi yang ditulis oleh seorang Din Saja. Cetakan pertama diterbitkan oleh Imaji pada September 2017.

Din Saja yang menulis puisi-puisi dalam antologi ini, baginya menulis puisi adalah menulis realitas hidup yang ia simak dan hayati sepenuhnya. Menulis puisi baginya merupakan catatan-catatan realitas yang telah mendapat respon sesungguhnya dari rasa dan pikirannya. Menulis puisi baginya adalah juga sebuah sikap, perlawanan terhadap sebuah realitas.

Saya memperoleh antologi Hanya Melihat Hanya Mengagumi ini langsung dari tangan Din Saja, ketika secara kebetulan berjumpa di sebuah warung kopi di Kota Banda Aceh pada 15 Agustus 2018, sebelas bulan setelah antologi itu pertama kali diterbitkan. Tak lupa ia membubuhkan tanda tangannya di halaman cover dalam antologinya.

HMHM_din saja_Shopee.jpg
Antologi Puisi Din Saja: Hanya Melihat Hanya Mengagumi sumber

Masa penulisan puisi-puisi itu dimulai sejak tahun 1990 hingga 2016. Dalam rentan waktu 26 tahun itu, Din Saja melahirkan banyak karya, tapi 208 puisi yang terangkum dalam antologi ini merupakan puisi-puisi pilihan, yang diseleksi sendiri oleh Din Saja bersama tim Imaji.

Din Saja dalam pengantarnya juga menjelaskan bahwa puisi-puisi dalam antologi ini mengisahkan tentang realitas hidup yang terjadi di tempat-tempat ia pernah tinggal, puisi-puisi tentang perjalanan batin dan spiritualnya, juga tentang sikapnya sebagai seorang manusia dalam memandang dan menyingkapi hidup.

Awalnya Din Saja merasa ragu untuk menerbitkan kumpulan puisinya ini dalam sebuah antologi, ia yang hanya tamatan Sekolah Menangah Pertama (SMP) merasa hanya sebagai penyair tak terkenal, merasa takut apa yang ditulisnya itu disebut sebagai puisi, meski pada kenyataannya puisi-puisi yang ditulisnya penuh makna.

Adalah Mustafa Ismail jurnalis yang juga sastrawan asal Aceh di Jakarta yang kemudian meyakinkan Din Saja untuk menerbitkan kumpulan puisinya itu melalui Penerbit Imaji yang dikelolanya. Gayung bersambut dan puisi-puisi yang berserak itu akhirnya dikumpulkan dalam antologi ini.

Din Saja yang memiliki nama lengkap Fachruddin Basyar ini merupakan penyair kelahiran Banda Aceh, 31 Januari 1959. Ia sudah tertarik pada seni sejak tahun 1980. Ia pernah menetap di Padang, Sumatera Barat, ia aktif berkiprah di dunia teater. Bersama sejawatnya Rizal Tanjung ia membentuk Teater Moeka Padang.

Dari Padang, Sumatera Barat, Din Saja kemudian melanjutkan pertualangannya ke Pelembang Sumatera Selatan, terus ke Jakarta, Bandung. Telah beberapa tahun di sana ia balik ke Medan sebelum kemudian kembali lagi ke Aceh dan hingga kini menetap di Banda Aceh.

Dalam pengembaraannya itu ke beberapa kota di Indonesia, Din Saja mengaku baru menyadari bakat kepenyairannya pada usia 39 tahun, yakni pada tahun 1990. Ia melalui masa tempaan yang cukup lama hingga menyadari bakat kepenyairannya itu.

Lima tahun kemudian yakni pada tahun 1995 antologi kumpulan puisinya diterbitkan dalam antologi pertamanya dengan judul Sirath oleh Lembaga Seni Aceh (LSA). Dan setelah 22 tahun, yakni pada 2017 antologi puisi keduanya ini diterbitkan oleh Imaji.

Namun bukan berarti dalam rentang waktu 22 tahun itu Din Saja fakum dari berkarya, karya-karyanya juga dimuat dalam sejulah antologi bersama penyair Aceh, diantaranya antologi Seulawah yang diterbitkan oleh Yayasan Nusantara pada tahun 1994 di Banda Aceh, antlogi Setengah Abad Indinesia Merdeka diterbitkan di Solo oleh Taman Budaya Jawa Tengah pada tahun 1995, serta beberapa antologi lainnya.


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers
H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Ecency