Kisah Penyerahan Senjata Jepang Kepada Residen Aceh

Tentara Jepang dilucuti oleh rakyat Aceh sebelum, senjata-senjata yang seharusnya diserahkan kepada Sekutu untuk dipertanggungjawabkan, dikuasi oleh Residen Aceh. Belanda dan Sekutu pun tak bisa masuk ke Aceh.

Ini merupakan satu babak dari serangkaian fragmen kekalahan Jepang di Aceh. Bila di daerah lain di Indonesia tentara Jepang menyerahkan senjata kepada Sekutu selaku pemenang perang, tidak dengan Aceh. Gudang senjata dan pangkalan udara Jepang sepenuhnya dikuasai Residen Aceh.

meriam lhoknga.jpg
Meriam penangkis serangan udara milik Jepang yang dilucuti pejuang Aceh Sumber

Teuku Alibasjah Talsya salah seorang pejuang kemerdekaan di Aceh mengungkapkan, pada tanggal 25 Agustus 1945, Kepala Pemerintahan Jepang Keresidenan Aceh (Aceh Syu Chokang) S Iino dengan resmi mengumumkan bahwa telah dicapai perdamaian antara Jepang dengan Sekutu.

Ia berharap agar rakyat Aceh jangan berbuat kacau atau melakukan pergerakan dengan tidak berpikir, melainkan hendaklah mengerjakan masing-masing pekerjaan dengan sungguh-sungguh. Barang siapa yang merusakkan keamanan ataupun mengganggu kesentosaan negeri akan dikenakan hukuman berat. (Maklumat Atjeh Syu Tyokan, Syowa 20 Nen 8 Gata 25 Niti)

Larangan Chokang tersebut tidak dihiraukan sama sekali. Sebaliknya lascar pejuang Aceh dari berbagai organisasi dengan cara terang-terangan menentangnya, antara lain dengan cara melakukan latihan-latihan perang, mengibarkan bendera merah putih di toko-toko, rumah-rumah dan kantor-kantor, memakai lencana merah-putih pada baju setentang dada sebelah kiri dan menempeli bangunan-bangunan di berbagai penjuru kota dengan pamflet/surat selebaran yang isinya menganjurkan penduduk bersatu dan berjuang untuk membina hari depan.

Pemimpin-pemimpin perjuangan di Aceh yang saat itu belum berhasil menjalin hubungan dengan pusat pemerintahan dan pusat perjuangan di Jakarta, menyadari bahwa perjuangan tanpa memiliki alat senjata berarti sia-sia. Oleh karena itu, digerakkanlah barisan-barisan untuk melakukan perampasan senjata pada pribadi orang-orang Jepang, dalam gudang-gudang simpanan dan menyerbu tangsi-tangsi militer.

Kegiatan itu sangat menggusarkan pembesar-pembesar Jepang, sehingga Chokang mengundang pemimpin-pemimpin rakyat Aceh ke tempat tinggalnya untuk meminta pertanggungan jawab atas berbagai kejadian. Pertemuan yang menegangkan itu berakhir dengan penyerahan 600 pucuk senjata ringan berbagai jenis dari tentara Jepang dan diterima oleh Residen Aceh Teuku Nyak Arif.

Dewan Pertahanan Daerah Aceh_rapat penolkan NST.jpg
Rapat Dewan Pertahanan Daerah Aceh Sumber

Dalam pertemua itu dari pihak Aceh hadir Residen Teuku Nyak Arif, Ketua Komite Nasional Indonesia Tuanku Mahmud, Ulama dan anggota Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh Tgk Muhammad Daud Beureueh, Ketua Markas Daerah Angkatan Pemuda Indonesia (API) Sjamaun Gaharu, Ketua Barisan Pemuda Indonesia Ali Hasjmi Hasjmy, Konsul Muhammadiyah Daerah Aceh T Cut Hasan, Asisten Residen Aceh Besar T Achmad Jeunib dan Said Abubakar.

Di pihak Jepang, selain Chokang S Iino hadir pula Aceh Syu Seicho Soumubucho S Masubuti, Aceh Syu Seicho Keimubucho (Kepala Kepolisian), Bo-eitaicho (Panglima Militer), Kempeitaicho (Komandan Polisi Militer) dan Jurubahasa T Eiri. Karena perjuangan yang sedang dihadapi tidak akan berhasil jika hanya memiliki 600 pucuk senjata saja, maka berbagai tindakan kekerasan dilakukan untuk memperoleh senjata-senjata tambahan.

Tindakan-tindakan keras pemuda-pemuda terhadap Jepang terjadi di mana-mana. Beberapa orang pemuda menyusup ke dalam tangsi Kraton (sekarang Jalan Sultan Alaiddin Mahmudsyah) dan berhasil melarikan beberapa pucuk senapang.

Pertempuran besar-besaran terjadi di Lhoknga, 14 kilometer dan Banda Aceh, yang menelan korban jiwa kedua pihak. Lhoknga terkenal sebagai pusat penyimpanan senjata Jepang menghadapi penyerbuan Sekutu. Di tempat ini terdapat kubu-kubu pertahanan dari beton yang kokoh, menghadang ke Samudera Hindia.

Pada malam tanggal 30 Nopember, Lhoknga mendadak ramai dengan para pejuang yang berdatangan dari berbagai arah baik dan Kabupaten Aceh Besar maupun dari kota Banda Aceh. Dalam pertempuran itu 84 serdadu Jepang tewas bersama sama 37 pejuang kemerdekaan.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Ecency